Raden Wijaya (atau dikenal dengan Nararya Sanggramawijaya) yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana yang merupakan keturunan langsung dari wangsa Rajasa adalah pendiri dan raja pertama Majapahit
(1293-1309).
Asal-usul dan Keluarga
Raden Wijaya adalah anak dari Rakeyan Jayadarma, raja ke 26 dari Kerajaan Sunda Galuh , dan Dyah Lembu Tal, seorang putri Singhasari.
Dyah Lembu Tal / Dyah Singhamurti
Ken Arok, raja pertama (1222-1227) Singhasari menikahi Ken Dedes, dan memiliki anak: Mahesa Wong Ateleng. Lalu ia memiliki anak: Mahesa Cempaka yang bergelar Narasinghamurti. Kemudian memiliki putri: Dyah Lembu Tal diberi gelar Dyah Singhamurti.
Rakeyan Jayadarma
Ia adalah raja ke-26 Kerajaan Sunda Galuh, anak dari Prabu Guru Dharmasiksa, raja ke-25 dari Kerajaan Sunda Galuh.
Setelah Rakeyan Jayadarma diracun oleh salah seorang bawahannya, dan tewas, Dyah Lembu Tal kembali ke Singhasari bersama Raden Wijaya. Raden Wijaya seharusnya menjadi raja ke 27 Kerajaan Sunda Galuh. Sebaliknya, ia mendirikan Majapahit di tahun 1293, setelah tewasnya raja Kertanegara, raja Singhasari terakhir, yang merupakan mertuanya, dan juga sepupu ibunya.
Dalam Babad Tanah Jawi, Raden Wijaya disebut sebagai Jaka Susuruh dari Pajajaran. Ia dibesarkan di lingkungan kerajaan Singhasari.
Keluarga
Raden Wijaya kemudian menikah dengan empat puteri dari raja Kertanagara, yaitu: Tribuaneswari (Sri Parameswari Dyah Dewi Tribuaneswari), Narendraduhita (Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita), Pradnya Paramita (Sri Jayendra Dyah Dewi Pradnya Paramita), Gayatri (Sri Jayendra Dyah Dewi Gayatri) dan juga menikahi Dara Petak yang merupakan putri dari Raja Mauliwarmadewa dari Kerajaan Dharmasraya
Dalam pernikahannya dengan kelima putri tersebut, hanya Dara Petak dan Gayatri yang memberikan keturunan. Dara petak melahirkan seorang putra, yaitu Kalagemet atau yang dikenal dengan Sri Jayanegara. Sedangkan Gayatri melahirkan dua orang putri yaitu: Sri Gitarja dan Dyah Wiyat
Berdirinya Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1289, Kubilai Khan (Kekaisaran Mongol) mengirim utusan ke Singasari untuk meminta upeti, namun ditolak dan dipermalukan oleh Kertanagara. Sementara itu, di dalam negeri, Jayakatwang memberontak terhadap Singasari. Kertanagara meninggal dalam serangan Jayakatwang pada tahun 1292. Raden Wijaya berhasil melarikan diri bersama Aria Wiraraja ke Sumenep (Madura) dan di sana ia merencanakan strategi untuk mendirikan kerajaan baru.
Atas anjuran Arya Wiraraja, Raden Wijaya berpura-pura tunduk kepada Jayakatwang, sambil meminta sedikit daerah untuk tempat berdiam. Jayakatwang yang tidak berprasangka apa-apa mengabulkan permintaan Raden Wijaya. Sang Raden diijinkan membuka hutan Tarik. Dengan bantuan sisa-sisa tentaranya dan pasukan Madura, ia membersihkan hutan itu sehingga layak ditempati. Pada saat saat itu, seorang tentara yang haus mencoba memakan buah Maja yang banyak terdapat pada tempat itu dan menemukan bahwa ternyata rasanya pahit. Sejak itu, daerah tersebut diberi nama "Majapahit".
Pada bulan November 1292, pasukan Mongol mendarat di Tuban dengan tujuan membalas perlakuan Kertanagara atas utusan Mongol. Namun, Kertanegara telah meninggal. Raden Wijaya memanfaatkan bersekutu dengan Mongol untuk menyerang Singhasari yang kini dikuasai Jayakatwang. Setelah kekuatan Jayakatwang dihancurkan, tahun 1293 Raden Wijaya balik menyerang pasukan Mongol, dan akhirnya Mongol meninggalkan tanah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit bergelar Kertarajasa Jayawardhana, yang pusat istananya di daerah Trowulan (sekarang di wilayah Kabupaten Mojokerto).
Masa kekuasaan Raden Wijaya
Raden Wijaya dikenal memerintah tegas dan bijak. Aria Wiraraja yang banyak berjasa ikut mendirikan Majapahit, diberi daerah status khusus (Madura) dan diberi wilayah otonom di Lumajang hingga Blambangan. Nambi (putera Arya Wiraraja) diangkat menjadi patih (perdana menteri), Ranggalawe diangkat sebagai Adipati Tuban, dan Sora menjadi penguasa Dhaha (Kadiri). Dijadikannya Nambi sebagai patih membuat Ranggalawe tidak puas, karena ia merasa lebih berhak. Tahun 1295 Ranggalawe mengadakan pemberontakan, namun dapat dipadamkan.
Raden Wijaya digantikan oleh puteranya, Jayanagara.