Multi Supranatural Of Java

Estineng Cipto Marganing Mulyo

Rabu, 03 April 2013


       Kerajaan Islam Hatuhaha

A. UMUM  

Sebelum terbentuknya Kerajaan Islam Hatuhaha di Jazirah Uli Hatuhaha seringkali terjadi kerusuhan-kerusuhan, seperti pada tahun 1382 terjadi peperangan Urisiwa di gunung Sialana anatar kelompok-kelompok yang tidak mau tunduk pada prinsip-prinsip Hatuhaha, antara Kapitan yang satu dengan Kapitan yang lain. Tetapi dengan kehadiran Kapitan Ismail Akipai di Jazirah ini, maka dapatlah diatasi segala kerusuhan serta membawa perubahan-perubahan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan di antara Kapitan-kapitan maupun tokoh-tokoh masyarakat di Jazirah Uli Hatuhaha. Sehingga daerah ini dapat disatukan dalam satu wadah yakni Uli Hatuhaha. Kapitan Ismail Akipai dapat menciptakan suatu kondisi yang baik dengan jalan mengangkat Ronerusun Marapaika (Matasiri) selaku kepala adat Hatuhaha Amarima Lounusa dengan istilah Latu Nusa Barakate, yang memepunyai kedudukan tertinggi di Jazirah Uli hatuhaha, dimana kedudukan ini masih tetap dipertahankan sampai saat ini dengan istilah Ketua Latu Pati. Sedangkan pada masing-masing negeri diangkat seorang raja, antara lain:

1. Kapitan Seipati Kabaresi sebagai Latu (Raja) untuk kelompok Sahapori (Kailolo) dengan gelar Latu Surinai.
2. Kelompok Samasuru (Kabauw) Latu Karia Sina (Latu Pisina Sinamahu) kemudian diserahkan kepada Latu Supaholo seterusnya kepada marga Pattimahu.
3. Kelompok Mandelisa (Rohomoni) diangkat dari kelompok Moniya Tihusele ditetapkan Makuku Rahamete dengan gelar Sangaji, dimana marga Sangaji memegang tampuk pemerintahan sampai sekarang.
4. Kapitan Tuai Leisina Tuanoya sebagai Latu (Raja) untuk kelompok Haturesi (Hulaliu).
Dalam proses pengangkatan di atas menimbulkan protes dari Kapitan Kohiyasi, yang seolah-olah menghendaki kedudukan tersebut, sesuai dengan kapatah sebagai berikut:
Musunipi kup lete asai Lounusa, o
Akipai hiti Latu Ronae, ea
Kohiyasi weitai kanamai, anakai Akipai Paria ipiri
Susa hee Latu Ronae, ihiti puna Latu Nusa Barakate
Namun sesuai dengan perjanjian bersama antara Kapitan Akipai dengan Kapitan Rihiya Hutubesy pada saat berakhir peperangan Uri-Siwa di gunung Sialana, maka Kapitan Ismail Akipai tetap melaksanakan pengangkatan tersebut dan ternyata pengangkatan tersebut berjalan baik tanpa seorangpun berani menghalanginya.
Dengan demikian dapatlah diketahui bahwa tugas dan fungsi daripada Kapitan Ismail Akipai adalah untuk memulihkan keamanan dan ketertiban dari gangguan, baik yang datang dari dalam maupun yang datang dari luar, serta mengangkat kepala-kepala adat, Latu (Raja).

B. TERBENTUKNYA KERAJAAN ISLAM HATUHAHA

Berdasarkan informasi dari leluhur kami bahwa di Maluku Tengah tepatnya di pulau Haruku, bagian Utara terdapat sebuah kerajaan Islam yang bernama “Kerajaan Islam hatuhaha”, yang pada saat itu merupakan suatu kerajaan Islam yang terkuat di Lease. Kerajaan Islam Hatuhaha terbentuk daripada lima buah negeri yang disebut Amarima Lounusa, antara lain :

1. Haturesi (Hulaliu)
2. Matasiri (Pelau)
3. Sahapori (Kailolo)
4. Samasuru (Kabauw)
5. Mandelisa (Rohomoni)

Kerajaan Islam Hatuhaha ini sebelumnya bernama Kerajaan Hatuhaha, dimana pada tahun 1380 Miladiyah kerajaan tersebut dibawah pengawasan seorang Kapitan yang bernama Kapitan Ismail Akipai yang sakti mandraguna, namun struktur pemerintahannya belum diatur sebagaimana halnya suatu kerajaan.
Dengan kedatangan Datuk Zainal Abidin di Jazirah Uli Hatuhaha pada tahun 1385 Miladiyah sebagai penyiar agama Islam banyak membawa perubahan sehingga pada tahun 1410-1412 Miladiyah agama Islam diterima secara bulat oleh masyarakat Amarima Lounusa. Pada saat itu juga Kerajaan Hatuhaha berganti nama menjadi Kerajaan Islam Hatuhaha, dimana pelaksanaan roda administrasi pemerintahan dibagi menurut kedudukan adat, antara lain:

1. Raja Matasiri (Pelauw) sebagai Latu Nusa Barakate Hatuhaha
2. Raja Haturesi (Hulaliu) sebagai Sekretaris Hatuhaha (penyimpanan arsip/ surat)
3. Raja Sahapori (Kailolo) sebagai Panglima Perang Hatuhaha serta penjaga keamanan terhadap bahaya yang datang dari dalam maupun dari luar Jazirah Uli Hatuhaha
4. Raja Samasuru (Kabauw) sebagai Ahli Perdagangan (koordinator bidang ekonomi)
5. Raja Mandelisa (Rohomoni) sebagai Imam Hatuhaha, hal ini didasarkan pada Muhudumu merupakan orang pertama yang diIslamkan

Setelah terbentuknya Kerajaan Islam Hatuhaha pada tahun 1410-1412 Miladiyah, tahun itu juga merupakan tonggak sejarah perkembangan agama Islam di Jazirah Uli Hatuhaha yang dapat mempersatukan Amarima Lounusa menjadi satu kesatuan, seperti diungkapkan pada kapatah di bawah ini:

Hatuhaha taha rua taha rima’o
Ite looka hiti ha
ha ruma’ea
Ite looka hiti haha ruma’io
Irehu waela sala isya’i

Artinya :

Masyarakat Hatuhaha tidak ada perbedaan kelompok, baik dua maupun lima, mereka saling bantu membantu satu sama lain, karena mereka berasal dari satu pancaran mata air.
Dengan demikian setiap permasalahan yang timbul di Jazirah Uli Hatuhaha dapat dieselesaikan secara adat hatuhaha yang dinamakan “Musunipi” (musyawarah). Hal ini atas gagasan Kapitan Ismail Akipai.
Kerajaan Islam Hatuhaha pada awalnya merupakan satu negeri adat yang besar dalam sejarah, dengan kedudukan ibu negerinya dikenal dengan nama Amahatu yang terletak disekitar pegunungan Alaka. Namun karena proses perkembangan sejarah, negeri Hatuhaha ini terpecah menjadi lima buah negeri yang kesemuanya terpencar disepanjang pesisir pantai pulau Haruku bagian Utara. Negeri Haturesi (Hulaliu) merupakan satu-satunya pecahan negeri Hatuhaha yang penduduknya berpindah agama, sedangkan empat negeri lainnya tetap berpegang kepada agama Islam.

REFERENSI:

1). Richard Z. Leirissa, Drs, Maluku Dalam Perjuangan Nasional Indonesia, Lembaga Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1975
2). Abu Bakar Ohorella, Pemuka Masyarakat Kailolo, 1989
3). Abdul Latif Tuanany, mantan Sekretaris Desa Kailolo, 1989
4). Hi. Kojabale Marasabessy, Pemuka Masyarakat Kailolo, 1989

Kamis, 07 Maret 2013


Syeikh Abdul Qodir Jaelani


Sering kita mendengar tentang nama seorang sufi besar dan ulama besar bernama Syekh Abdul Qodir Jaelani, atau ada yang menyebut Jiilani. Siapakah sebenarnya beliau? Apa yang menjadi pandangan beliau yang jelas tentu tetap berpegang pada junjungan kita Nabi Besar Sayyidina Muhammad SAW…berikut informasi dikumpulkan dari berbagai macam sumber…

Syeikh Abdul Qodir Jaelani (bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani) lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M, sehingga diakhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliydan.(Biaografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali). Beliau wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M.

Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al-Ghazali.

Masa Muda

Beliau meninggalkan tanah kelahiran, dan merantau ke Baghdad pada saat beliau masih muda. Di Baghdad belajar kepada beberapa orang ulama’ seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein Al Farra’ dan juga Abu Sa’ad Al Muharrimi. Beliau belajar sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama’. Suatu ketika Abu Sa’ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil-kecilan di daerah yang bernama Babul Azaj. Pengelolaan sekolah ini diserahkan sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim disana sambil memberikan nasehat kepada orang-orang yang ada tersebut. Banyak sudah orang yang bertaubat setelah mendengar nasehat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau, sehingga sekolah itu tidak muat menampungnya.

Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama’ terkenal. Seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Juga Syeikh Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.

Perkataan ulama tentang beliau : Syeikh Ibnu Qudamah rahimahullah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir, beliau menjawab, ” kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu.”

Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir Al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A’lamin NubalaXX/442). Beliau adalah seorang ‘alim. Beraqidah Ahlu Sunnah, mengikuti jalan Salafush Shalih. Dikenal banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, “thariqah” yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Diantaranya dapat diketahui dari perkataan Imam Ibnu Rajab, ”

Rabu, 27 Februari 2013

Nama Raja - Raja Tanah Jawa


  
 
   
1 Kalingga
    2 Mataram Lawas
        2.1 Wangsa Syailendra
        2.2 Wangsa Sanjaya
    3 Medang
    4 Kahuripan
        4.1 Janggala
        4.2 Kadiri
    5 Singhasari
    6 Majapahit
    7 Demak
    8 Kalinyamat
    9 Kerajaan Pajang
    10 Mataram Baru
        10.1 Kasunanan Kartasura
        10.2 Kasunanan Surakarta
        10.3 Kasultanan Yogyakarta
        10.4 Praja Mangkunagaran di Surakarta
        10.5 Kadipaten Paku Alaman di Yogyakarta
    11 Lihat pula


Kalingga

    Maharani Shima (674-732)
    Sudiwara
    Rakai Panangkaran

Mataram Lawas
Wangsa Syailendra

    Sri Indrawarman (752-775)
    Wisnuwarman (775-782)
    Dharanindra (782-812)
    Samaratungga (812-833)
    Pramodhawardhani (833-856), menikah dengan Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya)

Wangsa Sanjaya

    Sanjaya (732-7xx)
    Rakai Panangkaran : Dyah Pancapana (syailendra)
    Rakai Panunggalan
    Rakai Warak
    Rakai Garung
    Rakai Patapan (8xx-838)
    Rakai Pikatan (838-855), mendepak wangsa Syailendra
    Rakai Kayuwangi (855-885)
    Dyah Tagwas (885)
    Rakai Panumwangan Dyah Dewendra (885-887)
    Rakai Gurunwangi Dyah Badra (887)
    Rakai Watuhumalang (894-898)
    Rakai Watukura Dyah Balitung (898-910)
    Daksa (910-919)
    Tulodong (919-921)
    Dyah Wawa (924-928)
    Mpu Sindok (928-929), memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur (Medang)

Medang

    Mpu Sindok (929-947)
    Sri Isyanatunggawijaya (947-9xx)
    Makutawangsawardhana (9xx-985)
    Dharmawangsa Teguh (985-1006)

Kahuripan

    Airlangga (1019-1045), mendirikan kerajaan di reruntuhan Medang

    (Airlangga kemudian memecah Kerajaan Kahuripan menjadi dua: Janggala dan Kadiri)

Janggala

    (tidak diketahui silsilah raja-raja Janggala hingga tahun 1116)